Minahasa Utara, DKPP – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Dr. Alfitra Salamm, didaulat menjadi salah satu pemateri dalam Rapat Konsolidasi dan Sosialisasi Penyatuan Persepsi Antar Penyelenggara Pemilu di Kabupaten Minahasa Utara dalam Pemilu 2019 yang diselenggarakan oleh KPU Kabupaten Minahasa Utara di Sutan Raja Hotel, Minahasa Utara, pada Kamis (4/4/2019).
Turut hadir pula Ardiles Mewoh, Jessi Momongan, Ferry Daud Liando, Stella Runtu, Rahman Ismail, dan Hendra Lumanuw. Rapat ini diikuti oleh Panwascam dan PPK se-Kabupaten Minahasa Utara.
Mengawali paparannya, Alfitra mengingatkan kepada peserta acara untuk saling mengenali rekan kerjanya, khususnya penyelenggara Pemilu dari lembaga ad hoc yang sudah memiliki Surat Keputusan (SK).
Pasalnya, tambah Alfitra, pihak-pihak yang tidak memiliki SK seringkali lebih berkuasa di TPS dibanding penyelenggara yang memiliki SK.
“Kami tidak ingin ada badan penyelenggara ad hoc tanpa SK. Tolong awasi, jangan sampai ada penyelenggara non-SK yang lebih berkuasa di TPS dan membuat kegaduhan di TPS,” tuturnya.
Menurut Alfitra bahwa sukses pemilu tergantung jajaran PPK dan Pengawas sebagai ujung tombak. Oleh karena itu, semua jajaran harus sudah dapat menyamakan persepsi, meningkatkan sinergitas dan soliditas dalam upaya meminimalkan potensi-potensi pelanggaran.
Lebih lanjut, Alfitra juga menyampaikan bahwa jajaran PPK, Pengawas, sebagai wasit harus lebih tangguh terhadap para calon atau peserta Pemilu. Menurutnya, Pemilu merupakan pasar politik yang di dalamnya ada transaksi, ada para pihak baik penjual maupun pembeli, dan bisa saja berlangsung tidak secara terang-terangan dalam artian secara sembunyi dan gelap-gelapan.
Selain sebagai pasar politik, Pemilu merupakan kontestasi politik. Dalam kontestasi tersebut, semua peserta/calon akan berusaha mati-matian untuk menang, termasuk berusaha mempengaruhi penyelenggara, terutama PPK. Oleh karena itu, sebagai penyelenggara pemilu di dalam pasar politik dan kontestasi politik tahun 2019 ini harus benar-benar menjaga diri.
“Sebagai wasit, Anda tidak boleh kalah dengan pemain, harus lebih mengetahui aturan main dalam pemilu. Harus clear aturannya seperti apa, Anda dituntut keseriusan bekerja sebagai wasit, membentengi diri dengan integritas, jangan menjanjikan apapun kepada para pemain,” ucap Alfitra.
Pemain, lanjut dia, ada yang kalah dan menang. Yang menang akan bersyukur, dan yang kalah, apalagi tidak ikhlas akan melapor kemana-mana, mulai dari MK, Dewan Kehormatan Partai, Bawaslu, DKPP, PTUN, Bareskrim, hingga ke dukun. Oleh karena itu, sebagai penyelenggara harus menjaga perilaku pribadi dalam setiap aktifitasnya. Sejak bangun tidur pada pagi hari hingga tidur pada malam hari, kata Alfitra, harus terukur dan dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas.
Tidak hanya itu, Alfitra juga berpesan kepada seluruh peserta dalam beberapa poin. Pertama adalah wajib bagi penyelenggara untuk mendeklare ke publik apabila memiliki hubungan persaudaraaan dengan calon. Selain itu, penyelenggara juga dituntut agar berhati-hati dalam penggunaan medsos, mengunggah status dan selfie-selfie, sebab semua orang dapat mengakses dan dapat langsung melapor. Kemudian, dia juga berpesan agar semua pertemuan dengan calon harus diselenggarakan secara resmi dan terukur. Terutama pelayanan administrasi harus secara baik dan resmi.
Di ujung paparannya, Alfitra menekankan agar selalu mewaspadai berita hoaks yang dinilai sudah melampaui batas, apalagi menjelang hari-H pemungutan, perseteruan semakin tajam.
“Hoaks yang beredar saat ini sudah dalam level tinggi, bahkan melibatkan ahli syaraf hingga mampu mengubah pikiran Anda dalam sekejap, mengguncang sistem syaraf sadar Anda, dan menumbuhkan kebencian-kebencian, dan ini sangat berbahaya,” pungkas dia. (nur khotimah – wildan)