Dumai, DKPP – Jajaran pengawas pemilu harus memahami semua regulasi kepemiluan. Serta memiliki pengetahuan lebih tinggi daripada jajaran yang diawasi, baik PPK maupun KPU.
Hal tersebut disampaikan Anggota DKPP, Dr. Alfitra Salamm saat menjadi narasumber Bimbingan Teknis Penerapan Kode Etik bagi Panwas Kecamatan dan Kesekretariatan Bawaslu Kota Dumai pada Pilkada 2020 di Hotel The Zuri-Dumai, pada Sabtu (29/2/2020).
“Tidak mungkin dapat mengawasi jika pengetahuan tentang regulasi anda minim, kurang cerdas. Anda harus lebih leading, pe-de, lebih unggul, sehingga mudah mengawasi,” tutur Alfitra
Panwas juga harus punya keberanian dalam menindak, tidak boleh berdiam diri saat menemukan kekeliruan. Menurut Alfitra, ada saatnya bertindak tegas, namun ada pula waktu saling merangkul dan ngopi bareng dengan jajaran KPU.
“Sebab, jika ada pembiaran dari Panwas, maka masyarakat akan melapor kepada DKPP dengan alasan tidak melakukan pengawasan,” lanjutnya.
Alfitra menambahkan Panwas harus memperkuat temuan dari laporan masyarakat serta aktif dalam menangani pelanggaran. “Quick respon, merespon cepat apa yang merebak di masyarakat,” ungkap dia.
Sistem pengawasan pemilu di Indonesia, sambung Alfitra, adalah yang paling canggih di dunia, paling ketat dan ada di setiap tingkatan. Oleh karena itu, jangan ada pembiaran tindakan KPU yang keliru sehingga diperlukan pemahaman yang lebih mumpuni bagi jajaran pengawas.
Di akhir paparannya, Alfitra mengungkapkan isu-isu krusial pada pilkada serentak 2020 mendatang bagi penyelenggara pemilu. Antara lain netralitas ASN, politik uang, perselingkuhan, dan larangan mengistimewakan petahana.
“Jangan menjadi mesin politik bagi salah satu calon. Jangan gadaikan integritas anda hanya demi materi yang hanya seberapa,” tutup dia. [Humas DKPP]