Jakarta, DKPP – Sebanyak delapan Pengurus Pusat Kesaktuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI) bersilaturahmi kepada Ketua Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP) Prof Jimly Asshiddiqie, Senin (14/7). Mereka
diterima di ruang kerjanya, Gedung Bawaslu Lantai 5, Jl. MH Thamrin 14, Jakarta
Pusat.
Dalam kesempatan tersebut, berbincang seputar isu politik
nasional yang kini tengah hangat, yaitu Pilpres. Prof Jimly menyampaikan
pemimpin itu berbeda dengan politisi. Pemimpin itu bertindak tegas bahkan
berani mengambil resiko mengeluarkan kebijakan atau keputusan yang tidak
populis sekali pun. “ Meskipun bila awalnya, keputusan itu mendapatkan
penentangan namun di akhir kemudian, rakyatnya itu akan mencium tangannya. Karena
yang telah diambil itu benar,†katanya.
Lanjut dia, pemimpin berbeda dengan politisi. Politisi mengambil
kebijakan berdasarkan hasil survey. Kebijakan berdasarkan hasil survey itu,
mengikuti keinginan masyarakat meskipun tidak semua keinginan masyarakat itu
benar.
Terkait dengan suksesi kepemimpinan yang tahapan ini sedang
berjalan, Jimly menyarankan kepada mahasiswa untuk menunggu hasil resmi dari
KPU. Mahasiwa harus mempercayakan sepenuhnya kepada KPU sebagai
lembaga penyelenggara. “Kita memang patut menghargai hasil hitung cepat (quick
count) sebagai science. Tapi tidak boleh sepenuhnya
percaya. Itu hanya sebagai informasi saja, atau pengetahuan saja. Kita harus
menghargai keputusan KPU sebagai lembagai penyelenggara dan yang mengeluarkan hasil
resmi,†jelas dia.
Nanti, lanjut dia, ketika sudah ada hasil resmi dari KPU,
alangkah baiknya dari Kammi yang pertama mengucapkan selamat kepada calon
presiden terpilih. Siapapun calon yang terpilih. “Kita tumbuhkan sikap lapang
dan menjadi contoh bagi masyararakat,†sarannya.
Jimly pun berpesan kepada mahasiswa untuk terus mengusung agenda
reformasi. Bahkan sebaiknya agenda reformasi ini sebagai ideologi pergerakan
yang harus terus didengungkan. Ada sejumlah agenda reformasi yang kini terhenti
bahkan seolah dilupakan, seperti kolusi dan nepotisme. Padahal, isu ini lagi
marak. Contohnya kepemimpinan yang berdasarkan dinasti. “Hanya satu, agenda
reformasi yang masih diusung, yaitu agenda pemberentasan korupsi. Itu pun belum
selesai. Untuk itu, agenda reformasi ini harus menjadi ideologi pergerakan
dalam rangka mengawal demokrasi,†katanya. (ttm)