Jakarta, DKPP- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan perkara nomor 21-PKE-DKPP/I/2019 dengan Teradu Ketua dan Anggota KPU RI yakni, Arief Budiman, Hasyim As’yari, Ilham Saputra, Evi Novida Ginting, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan, dan Viryan diperiksa DKPP, Rabu (13/2) di Ruang Sidang DKPP di Jakarta.
Mereka diadukan oleh Dr. (HC) Oesman Sapta yang memberi kuasa kepada Herman Kadir dan Dodi S. Abdulkadir. Sidang pemeriksaan ini dipimpin langsung oleh Ketua DKPP Dr. Harjono dengan anggota majelis yakni Dr. Alfitra Salam, Dr. Ida Budhiati, dan Prof. Teguh Prasetyo. Dalam sidang tersebut hadir dari pihak Teradu Arief Budiman, Ilham Saputra, Evi Novida Ginting, Pramono Ubaid Tanthowi. Kemudian, dari pihak Pengadu hadir kuasa hukum dari Dr. (HC) Oesman Sapta yakni Herman Kadir.
Dalil aduan Pengadu, diantaranya Ketua dan Anggota KPU RI dinilai telah melanggar ketentuan hukum karena tidak melaksanakan hasil putusan Bawaslu RI Nomor 008/LP/PL/ADM/00.00/XII/2018. Dalam uraian dalil aduan Pengadu, disampaikan bahwa putusan Bawaslu Nomor 008/LP/PL/ADM/RI/00.00/XII/2018 dibacakan pada hari Rabu tanggal 9 Januari 2019.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 462 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyebut bahwa “KPU wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu paling lama lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan dibacakan. Mengacu kepada ketentuan tersebut, maka batas maksimal 3 (tiga) hari bagi KPU untuk melaksanakan putusan sejak diterbitkan akan jatuh pada tanggal pada hari jumat tanggal 11 Januari 2019. Namun, Pengadu menerima surat dari Para Teradu dengan Nomor 60/PL.01-SD/03/KPU/I/2019, Perihal Pelaksanaan Putusan Nomor 008/LP/PL/ADM/00.00/XII/2018 pada tanggal 16 Januari 2019.
Selanjutnya, menurut Pengadu setelah dicermati isi surat tersebut memuat perintah hukum yang bertentangan dengan putusan Bawaslu sendiri. Dalam poin 6 dan 7 surat Para Teradu Nomor 60/PL.01-SD/03/KPU/I/2019 tanggal 15 Januari 2019 Perihal Pelaksanaan Putusan Nomor 008/LP/PL/ADM/00.00/XII/2018. Dalam poin 6 yang dipaparkan oleh Pengadu surat dari KPU tetap meminta Oesman Sapta yang masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat untuk, pertama melaksanakan amanat konstitusi UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 dengan mengundurkan diri sebagai pengurus partai politik. Kedua, mengunduran diri sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan dengan menyerahkan surat pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat. Ketiga, surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada huruf b, diserahkan kepada KPU paling lambat pada tanggal 22 Januari 2019.
“Poin 7, apabila tidak menyerahkan surat pengunduran diri sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimaksud pada angka 6 huruf c, Bapak Dr (HC) Oesman Sapta tidak dapat dicantumkan dalam Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Pemilu Tahun 2019,” kata Herman.
Terhadap dalil aduan tersebut Arief Budiman menjelaskan bahwa tindakan KPU didasarkan kepada putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018 tertanggal 23 Juli 2018. Arief menjelaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Sehingga, para Teradu yang menetapkan peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan peserta pemilu Anggota DPD pada tanggal 6 Agustus 2018, kemudian diundangkan pada 9 Agustus 2018 merupakan penyesuaian putusan MK nomor 30/PUU-XVI/2018. Penerbitan PKPU Nomor 26 tersebut, lanjutnya, telah melalui Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI pada tanggal 3 September 2018 yang hasilnya meminta KPU untuk menghilangkan pasal 60A ayat (3) huruf b dan ayat (5) terkait syarat pencalonan anggota DPD agar disesuaikan dengan putusan MK.
Selanjutnya, para Teradu mengirimkan surat nomor 1043/PL.01.4-SD/06/KPU/IX/2018 tertanggal 10 September 2018 perihal syarat Calon Anggota DPD yang ditujukan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh di seluruh Indonesia yang pada intinya berisi meminta bakal calon Anggota DPD menyampaikan surat peryataan pengunduran diri.
“Fakta menunjukkan terdapat 202 bakal calon anggota DPD yang lain mampu menyerahkan surat pengunduran diri dari kepengurusan partai politik dan kemudian diberhentikan dari kepengurusan partai politik,” ujar Arief yang membacakan jawaban terhadap dalil aduan Pengadu.
Selanjutnya, terkait dengan tidak lanjut Putusan Bawaslu nomor 008/LP/PL/ADM/00.00/XII/2018 Arief mengaku pada tanggal 9 Januari 2019 belum menerima salinan putusan yang utuh, seperti yang dibacakan pada sidang pembacaan putusan di Bawaslu. Oleh karena itu pada tanggal 10 Januari 2019 KPU bersurat ke Bawaslu, yang pada intinya meminta salinan secara utuh. Salinan tersebut baru diterima Teradu pada tanggal 11 Januari 2019 pada pukul 20.30 WIB.
Para Teradu, lanjutnya, melakukan pencermatan sebelum melakukan keputusan. Kemudian, sebagai bentuk ketaatan kepada UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018, para Pengadu menindaklanjuti putusan Bawaslu dengan menerbitkan surat Nomor 60/PL.01.4.SD/03/PUU-XVI/2018 tanggal 15 Januari 2019 yang ditujukan kepada Pengadu untuk menyerahkan surat pengunduran diri dari Ketua Umum Partai Hanura. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, Pengadu tidak menyerahkan surat pengunduran diri yang diminta KPU.
“Desain konstitusional DPD ditegaskan oleh MK dalam putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 beserta pertimbangannya, yang secara tegas dalam frasa “pekerjaan lain” dalam Pasal 182 huruf I UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai mencakup pula pengurus (fungsionaris) partai politik. Jika dibaca utuh maka pekerjaan lain yang potensial menimbulkan konflik kepentingan dengan DPD harus dimaknai termasuk pengurus partai politik yang konsekuensinya secara tegas dapat dinyatakan bahwa pengurus partai politik dilarang mencalonkan diri sebagai anggota DPD,” tegas Arief.
Sidang pemeriksaan perkara ini digabungkan dengan perkara nomor 19-PKE-DKPP/I/2019 dengan Teradu Ketua dan Anggota Bawaslu RI. Proses pemeriksaan selengkapnya terhadap perkara ini dapat dilihat di fanpage FB DKPP pada link berikut https://www.facebook.com/medsosdkpp/videos/332884764027391?sfns=mo. (Irmawanti)