Jakarta, DKPP – Pemilu berintegritas memiliki beberapa kriteria, seperti kepastian hukum, penyelenggara pemilu yang independen dan professional, data pemilih yang akurat dan lengkap, menjaga otentitas suara rakyat, peserta pemilu yang taat pada regulasi yang telah dibuat, dan partisipasi masyarakat yang inklusif, serta penegakan hukum. Ketujuh poin itu merupakan kriteria pemilu berintegritas yang bersifat universal.
Demikian disampaikan oleh Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Dr. Ida Budhiati dalam talkshow NGETREN Media (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media) bertema “Menjaga Integritas Hasil Pemilu 2019” yang diselenggarakan atas kerja sama DKPP RI dengan Radio MNC Trijaya FM di lobby Gedung Bawaslu RI, Jalan MH. Thamrin Nomor 14, Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Dalam diskusi ini, Ida menyebut dimensi hukum pada Pemilu 2019 secara nyata telah memberikan penyelenggara pemilu wewenang untuk membuat aturan teknis. Berdasar Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, aturan teknis pemilu harus tuntas setahun sejak regulasi tersebut disahkan. Hal ini, kata Ida, dimaksudkan untuk membuat aturan main pemilu menjadi jelas dan dapat ditaati semua elemen yang terlibat dalam pemilu.
Selain aspek hukum, penyusunan undang-undang ini juga ingin membangun sistem integritas yang dimulai dari penyelenggara pemilu. “Sistem integritas ini memberikan kepastian penegakan kode etik yang wewenangnya diberikan kepada DKPP RI,” jelas perempuan yang meraih gelar doktor hukum di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini.
Dari sudut pandang DKPP, lanjutnya, rekayasa sosial yang dibangun melalui UU 7/2017 ini sudah cukup berhasil. Tolok ukurnya adalah jumlah penyelenggara pemilu yang telah diperiksa DKPP sejak 2012, atau tahun di mana lembaga ini berdiri.
Sejak 2012, jumlah penyelenggara pemilu yang diperiksa DKPP mencapai 5.021 orang. Menurut Ida, angka ini masih terbilang kecil jika dibandingkan jumlah penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia, yang mencapai 8 juta orang. Jumlah tersebut merupakan gabungan antara penyelenggara pemilu dari KPU (7 juta orang) dan Bawaslu (1 juta orang) di seluruh nusantara.
Dari 5.021 orang, jelas Ida, ternyata jumlah penyelenggara pemilu yang direhabilitasi masih lebih banyak dibanding penyelenggara pemilu yang diberi sanksi oleh DKPP.
“Berdasarkan data ini, dapat dikatakan Pemilu 2019 nanti diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang masih kredibel dan berintegritas, baik KPU maupun Bawaslu,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, untuk mewujudkan pemilu yang berintregritas bebannya tidak hanya dibebankan kepada penyelenggara pemilu. Tetapi kepada semua stakeholder yang terlibat di penyelenggaraan pemilu. Baik penyelanggara maupun peserta serta masyarakat harus patuh dengan aturan yang ada.
Sistem integritas pemilu ini dimulai dari penyelenggara. Jika diibaratkan, penyelenggara ini seperti wasit di mana diharapkan wasitnya ini benar dulu baru pesertanya akan mengikuti.
Penyelenggara pemilu kita sudah terikat dengan norma penyelenggara pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu sudah pasti tidak sebebas waerga Negara lainnya. “Penyelenggara pemilu harus tunduk kepada norma etika, dia harus mandiri, tidak diskriminatif, adil, tidak boleh melakukan tindakan atau sikap yang dipersepsikan sebagai bentuk dukungan,” tutup Ida. [Columbus].