Peraturan

Undang-UndangPeraturanUndang-Undang UUD 45 Download UU no.8 Tahun 2015 Download UU Nomor 10 Tahun 2016 Download Undang Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 Download Undang Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Download Undang Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 2008 Download Peraturan Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Dewan

Rilis Pers

Rilis PersDKPP Akan Periksa Bawaslu Provinsi Gorontalo pada 20 Maret 202418-03-2024Author Humas DKPPJakarta, DKPP – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) PerkaraBaca Selengkapnya20Rilis PersDKPP Akan Periksa Bawaslu Kota Depok Pada 19 Maret 202418-03-2024Author Humas DKPPJakarta, DKPP − Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang

Tim Pemeriksa Daerah 2021-2022

Tim Pemeriksa Daerah 2021-2022 NO PROVINSI NAMA UNSUR 1. Aceh 1.   Kurniawan S, SH. , LL.M 2.  Teuku Kemal Fasya, M.Hum Masyarakat Masyarakat 3.  Munawarsyah, S.HI., M.A 4.  Ir. Tharmizi, MH. KIP KIP 5.  Faizah, SP 6.  Marini, S.Pt Panwaslih Panwaslih 2. Sumatera Utara 1.    Yenni Chairiah Rambe, SH., MH 2.    Dr. Iskandar Zulkarnain

PUTUSAN Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dipandang Dr. H. Alfitra Salamm, APU, bukan hanya sebagai sanksi atau rehabilitasi. Alfitra menilai sanksi yang diberikan kepada jajaran Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pemilu harus bisa menjadi pelajaran. “Agar kesalahan-kesalahan itu tidak terulang lagi,” ujar mantan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga ini.
Menurut dia, persoalan dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu di suatu daerah sangat mungkin terjadi juga di tempat lain. Maka sanksi bukan hanya menjadi pelajaran bagi mereka yang disidang di DKPP, melainkan pelajaran pula bagi penyelenggara lain. Sangat baik jika penyelenggara pemilu di semua daerah mencermati keputusan DKPP. “Penyelenggara pemilu bisa mencegah pelanggaran serupa terjadi di daerahnya,” katanya lagi.
Alfitra menilai semua sidang yang digelar DKPP sangat strategis sebagai bahan pembelajaran. Karena itu, dia berharap putusan sidang bisa disosialisasikan kepada seluruh penyelenggara pemilu hingga lapisan terbawah.
Lahir di Rengat, Riau, pada 18 Maret 1959, Alfitra terpilih sebagai anggota DKPP melalui jalur uji kelayakan dan kepatutan di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Squash Indonesia dan Ketua Umum Badan Pembina Korps Pegawai Republik Indonesia ini menamatkan jurusan hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada pada 1982. Alfitra meraih gelar doktor ilmu politik dari University Kebangsaan Malaysia pada 1997.
Karirnya sebagai birokrat banyak dihabiskan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pada 2002, Alfitra mendapat gelar Ahli Peneliti Utama. Pada 2008-20010, dia menjabat Staf Khusus dan Staf Ahli Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal. Pada 2010, Alfitra dipercaya menjadi Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga. Empat tahun kemudian, dia menjadi orang nomor dua di Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan menjadi Sekretaris Jenderal.
Tepat pada 2013, setelah 30 tahun malang melintang sebagai birokrat, Alfitra dianugerahi penghargaan Satyalancana Karya Satya XXX. Alfitra sadar betul, kinerja DKPP sangat ditunjang oleh peran Sekretariat. Ketua Umum Badan Pembina Korps Pegawai Republik Indonesia ini menilai jajaran staf ikut menguatkan peran DKPP sebagai penjaga kode etik penyelenggara pemilu. “Secara umum pelayanan DKPP sudah baik. Jika dinilai, skornya kira-kira 8,5 sampai 9,” kata Alfitra.
Yang menjadi perhatian Alfitra adalah bagaimana DKPP bisa bekerja lebih cepat lagi. Salah satunya dengan meningkatkan pengaduan online dan lebih dekat lagi dengan masyarakat. Alfitra percaya melalui sosialisasi kesadaran para penyelenggara pemilu dapat ditingkatkan agar mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kode etik sehingga proses penyelenggaraan Pilkada tetap berkualitas dan kepercayaan publik terhadap proses serta hasil Pilkada pun tetap terjaga. “Semakin sedikit pengaduan, maka proses penyelenggaraan pemilu di tanah air bisa dinilai berintegritas dan berkualitas,” tegasnya.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu bagi Profesor Dr. Teguh Prasetyo, SH., M.Si., bukan hanya menjadi lembaga yang mengawasi penegakan kode etik terhadap personel Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu beserta jajarannya. Guru Besar Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang telah menerbitkan karya berupa 31 buah buku ini menginginkan DKPP juga bisa menjadi pusat kajian yang memberikan pengetahuan kepada masyarakat. Salah satu caranya, dengan menyiapkan informasi menyeluruh di situs resmi DKPP.
“Website harus dibuat selengkap mungkin, ada tracking terkait dengan kasus,” kata Teguh Prasetyo. Memang, situs resmi DKPP menjadi salah satu sarana yang paling mendekatkan lembaga itu dengan masyarakat. Tak cukup hanya lengkap, situs juga harus menarik perhatian pembacanya.
Terpilih menjadi satu dari tiga komisioner DKPP hasil uji kelayakan dan kepatutan di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Teguh meyakini DKPP bisa memberi contoh ihwal proses peradilan yang cepat, murah, tapi juga tetap menjaga asas peradilan. Dosen yang malang melintang mengajar di berbagai kota seperti Salatiga, Medan, Balikpapan, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya ini menilai DKPP sebagai lembaga yang mulai bekerja menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2012 dan Pemilihan Umum 2014 memiliki landasan kuat untuk menjadi lembaga penegak kode etik sekaligus pusat kajian.
Bukan perkara yang mudah untuk menjadi pusat kajian. Apalagi, sumber daya manusia yang dimiliki DKPP masih sangat terbatas. Total hanya 65 personel baik organik maupun non-organik berkantor di DKPP. Tapi Teguh optimistis DKPP bisa menjalankan fungsi tersebut. “Staf meski Cuma sedikit tapi lebih mudah dikembangkan karena modalnya sudah bagus,” begitu keyakinan Teguh.
Latar belakang sebagai akademisi memang membuat Teguh kerap berpikir bagaimana hukum bisa tetap terjaga, adil, dan sekaligus bermartabat. Teguh—beragama Kristen tapi tak segan menempuh program doktoral di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta— bahkan menerbitkan buku yang berjudul Hukum Islam memjawab tantangan jaman yg berkembang dinamis—kemudian mencoba mengembangkan konsep keadilan yang bermartabat. “Dalam bahasa Inggrisnya, dignified justice, yaitu keadilan yang memanusiakan manusia,” Teguh menjelaskan.
Konsep ini berulang kali disosialisasikan Teguh, bahkan hingga ke luar negeri. Berbagai tulisan soal keadilan bermartabat—mengacu pada sila kedua Pancasila, “kemanusiaan yang adil dan beradab”—dimuat di tujuh jurnal internasional. Dia pun diundang oleh Fakultas Hukum Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda, salah satu kampus papan atas di sana. Tiga guru besar beserta para mahasiswa program master dan doktor di Vrije berdiskusi dengannya.
Teguh menilai konsep keadilan bermartabat juga bisa diterapkan oleh DKPP. Caranya, dengan mengambil posisi yang strategis dan pas terhadap para teradu ketika berperkara. “DKPP harus bisa memberikan porsi yang seadilnya dan seutuhnya. Itulah yang harus kita gagas dan perjuangkan,” katanya.
Peran DKPP tersebut, kata Teguh, bakal lebih lancar dengan dukungan para staf. Dia mendukung setiap kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas staf DKPP. “Tanpamu, aku tak bisa berbuat apa-apa,” ujar Teguh.