Malang, DKPP – Ketua DKPP Prof. Jimly
Asshiddiqie, dalam Kuliah Umum di Universitas Brawijaya, Jumat (3/6) menyatakan bahwa
ruh demokrasi ada dua yakni, kekuasaan yang dipergilirkan dan kekuasaan
yang tidak dimonopoli.
“Pemilihan Umum adalah core bisnis demokrasi modern. Inti
demokrasi adalah kekuasaan yang
dipergilirkan, sehingga siklus kekuasaan menjadi ruhnya demokrasi.
Siklus kekuasaan dipergilirkan dan kekuasaan tidak dimonopoli oleh satu orang.
Itulah dua ruh dalam demokrasi,†ujarnya.
Tidak ada demokrasi tanpa pemilihan
umum lanjutnya, maka semakin pentingnya pemilihan umum. Oleh karena itu, Penyelenggara Pemilu harus dipahami sebagai
cabang kekuasaan tersendiri, seperti yang tertuang dalam Konstitusi Ekuador
Tahun 2008.
“Pejabat Eksekutif dan Legislatif
adalah peserta pemilu, sementara pejabat Yudikatif adalah mengadili proses dan
hasil pemilu, sehingga Penyelenggara Pemilu menjadi cabang kekuasaan
tersendiri, yang disebut Micro Quadru Politica.
Eksekutif, Legislatif,
Yudikatif, dan The Electoral Branch Of
Power, yang dalam hal ini adalah KPU beserta jajarannya dan Bawaslu beserta
jajarannya,†jelasnya.
Hal ini, lanjutnya, harus menjadi
perspektif baru bagi para mahasiswa dalam memahami cabang-cabang kekuasaan.
“Struktur stratifikasi dan
pelembagaan kekuasaan masa kini sudah sangat berubah, sudah tidak bisa lagi
menggunakan perspektif Montesqieu empat abad yang lalu,†ujarnya.
Masih menurut Guru Besar Hukum Tata
Negara Universitas Indonesia, bahwa
kebebasan pers dan media juga merupakan cabang kekuasaan terpisah. Macro Quadru Politica menempatkan media
sebagai cabang kekuasaan keempat. Artinya, empat cabang kekuasaan ini tidak boleh
konflik kepentingan, tidak boleh berada di satu tangan, dan harus terpisah.
“Namun, kecenderungannya saat ini
ialah kekuasaan ada di satu tangan. Pengusaha, yang tadinya donatur politik,
sekarang ingin menjadi pemain. Dia
menguasai industri media, kemudian mendirikan parpol, dan cita-citanya ingin
menjadi presiden,†ujarnya.
Sekarang saatnya, demokrasi modern abad 21 harus
memperhitungkan kecenderungan baru menumpuknya kekuasaan di satu tangan. Esensi
dalam demokrasi adalah kekuasaan yang tidak terpusat atau giliran.
Kembali lagi lanjut Jimly, bahwa pemilu
adalah cara membuat sistem kekuasaan menjadi dinamis. Salah satu yang
dipergilirkan adalah jabatan-jabatan yang dipilih, seperti presiden, gubernur,
bupati/ walikota, anggota DPD, DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/ Kota, dan kepala
desa, yang dipilih secara langsung. Sementara, jabatan yang dipilih secara
tidak langsung, adalah jabatan yang dipilih DPR dan DPRD, dan jabatan birokrasi
yang dilelang.
“Sehingga, saat ini, semua jabatan
tidak bisa ditentukan semau kita, tetapi harus dikompetisikan. Efeknya ialah
jabatan menjadi diburu atau diperebutkan. Namun, nilai bagusnya ialah, jabatan tidak
lagi ditentukan sepihak. Hanya orang yang bermutu dan dipercaya saja yang acceptable untuk menduduki
jabatan-jabatan apalagi jabatan untuk
kepentingan publik,†tegasnya. [Nur Khotimah]