Jakarta, DKPP – Ketua DKPP RI periode 2012-2017, Prof. Dr. Jimly Asshidique hadir dalam acara syukuran Hari Ulang Tahun (HUT) ke-7 DKPP RI yang digelar di Ruang Sidang DKPP, Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Jimly pun memaparkan riwayat kelahiran DKPP saat diberi kesempatan untuk menyampaikan kata sambutan dalam acara ini.
Ia mengungkapkan, DKPP adalah bukti sejarah bahwa Indonesia mampu memberikan sumbangsih bagi peradaban kemanusiaan. Pria berusia 63 tahun ini mengisahkan, kelahiran DKPP diawali oleh adanya Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK KPU) sebagai embrio awalnya.
Diketuai oleh dirinya, Jimly menyebut DK KPU membuat Indonesia memiliki peradilan etik yang terbuka. Hal ini pun diteruskan saat DK KPU berganti menjadi DKPP berdasar amanat Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
“Jadi DK KPU dan DKPP ini adalah pelopor dalam sidang etika yang terbuka di dunia. Jangan dianggap bercanda, ini soal serius,” jelas Jimly.
Menurutnya, DKPP merupakan bukti bahwa Indonesia mampu memberikan sumbangsih nyata untuk demokrasi dalam peradaban manusia. Jimly menambahkan, DKPP merupakan satu-satunya lembaga peradilan etik di dunia yang menggelar sidang secara terbuka dan terang-terangan.
Sebagai pembanding, Jimly menyebut bahwa di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) atau negara Eropa saja, belum ada satu pun lembaga peradilan kode etik yang menggelar sidang secara terbuka untuk umum. Artinya, sidang digelar secara tertutup untuk kalangan tertentu saja.
Untuk diketahui, DKPP selalu menyiarkan secara langsung (live streaming) setiap persidangannya melalui akun Facebook @medsosdkpp.
Hal ini disebabkan semua negara maju berpandangan bahwa hukum di atas segalanya. Sedangkan etika, jelas Jimly, dianggap sebagai hal yang bersifat privat karena diposisikan di antara hukum dan agama.
“Di Amerika semua negara bagian memiliki lembaga peradilan etik, tapi tidak ada yg terbuka seperti DKPP,” tegas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2008 ini.
Sebaliknya, Jimly menilai bahwa demokrasi yang sehat tidak boleh sekedar berbasis hukum semata, melainkan juga harus ditopang bersama-sama oleh The Rule Of Law dan The Rule Of Ethics.
“Tidak akan pernah ada kapal hukum yang mencapai pulau keadilan kalau ahlak atau etikanya ini belum benar,” tuturnya.
Oleh karenanya, ia pun menekankan bahwa kehadiran DKPP adalah untuk meningkatkan kualitas demokrasi agar menjadi demokrasi yang berintegritas. Kualitas demokrasi, menurutnya, harus ditumbuhkan di Indonesia sehingga antara kualitas dan kuantitas demokrasi di tanah air sama bagusnya.
“Walaupun di negara lain enggak ada (lembaga peradilan seperti DKPP, red.), enggak apa-apa. Kita kan bangsa besar, enggak perlu mencontoh tetus. Sesekali biar negara lain mencontoh kita,” tutupnya. [Wildan]