Jakarta, DKPP – Pendapat ahli
Maruarar Siahaan menyimpulkan bahwa KPU Maluku tidak menghormati hak
konstitusi dalam penyelenggaraan Pemilu. KPU Maluku juga tidak memelihara dan
menjaga kehormatan lembaga penyelenggara Pemilu dan tidak menjunjung tinggi
sumpah jabatan dalam rangka menjaga netralitas, imparsialitas dan asas-asas
penyelenggara Pemilu yang jujur, adil dan demokratis.
“Keputusan KPU No.
16/Kpts/KPU-Prov-028/IV/2013 tentang Penetapan Pasangan Calon yang Memenuhi
syarat sebagai Peserta Pemilukada Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku
Tahun 2013 telah dibatalkan oleh Putusan Pengadilan TUN Ambon
No.5/G/2013/2013/PTUN Abu Jo. No.94/N/2013/PT.TUN.MKS. Putusan ini telah
mempunyai hukum tetap (in kracht van gewijsde),†kata Maruarar. Mararuar
Siahaan yang juga mantan hakim Konstitusi itu menjadi ahli dari pihak
Pengadu William B Noya dan Adam Latuconsina yang dikuasakan kepada OC Kaligis.
Dalam ini ada empat Pengadu. Pertama,
Pengadu perkara No: 7/DKPP-PKE-3/2014 yaitu Putuhena Mohammad Husni. Kedua,
Pengadu perkara No: 8/DKPP-PKE-3/2014 adalah Abdul Majid Latuconsina, N Husni
Putuhena, Idris Lessy. Ketiga, Pengadu perkara No: 9 /DKPP-PKE-3/2014
yakni OC Kaligis kuasa dari William B Noya dan Adam Latuconsina (calon gubernur
melalui jalur perseorangan). Terakhir, perkara No 10/DKPP-PKE-3/2014
Pengadu Petrus Selestinus dan Samuel Sapasuru kuasa dari Yacobus Putileihalat
Bupati Seram Bagian Barat. Ada pun yang menjadi pihak Teradu adalah Ketua dan
Anggota KPU Maluku, Jusuf Idrus Tatuhey, MG Lailossa, Musa Latuatukan, Noferson
Hukunala, M Nasir Rahawarin serta Ketua dan anggota Bawaslu Maluku Dumas
Maneri, Lusy Peilow dan Fadly Silawang. Selaku ketua majelis Saut H Sirait dan
anggota majelis Nur Hidayat Sardini serta Ida Budhiati. Agenda sidang kali ini
adalah mendengarkan keterangan saksi dan ahli.
Lanjut Maruarar, terlepas dari tidak
dikabulkannya penundaan sementara pelaksanaan keputusan KPU a quo, maka
diulurnya waktu dengan mengajukan upaya hukum berupa banding dan kasasi,
menunjukkan KPU Maluku memiliki kepentingan tersendiri. Indikasi terlihat
jelas bahwa KPU Maluku tidak netral atau imparsial, karena kepentingan yang
dipertunjukan tampak bukan untuk melaksanakan pemilukada yang jujur dan adil
melainkan agar Pengadu dengan segala cara melalui kewenangan KPU yang ada tidak
ikut serta dalam pemilukada.
“KPU Maluku tidak mematuhi hukum yang
berlaku, secara kongkrit dalam Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum
tetap,†jelas mantan ketua Pengadilan Tinggi Medan itu.
Pria yang pernah mendapatkan Satya
Lencana Karya Satya tahun 2001 itu menambahkan, perbuatan KPU Maluku
tidak mengindahkan Putusan Pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap untuk
membatalkan Keputusan tentang Pasangan Calon Peserta Pemilukada Gubernur dan
Wakil Gubernur Maluku 2013 dan harus mengikutsertakan Pengadu sebagai calon,
maka pelanggaran yang sudah dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hukum.
Maka dengan sendirinya, hal itu merupakan pelanggaran kode etik berat.
“KPU Maluku melanggar hak asasi manusia
yang diatur dalam konsitusi, karena merongrong wibawa pengadilan, menimbulkan
kegoyahan dan ketidaktertiban dalam masyarakat dan memerkosa keadilan dan
kepastian hukum yang juga menjadi prinsip konstitusi,†pungkas peraih Bintang
Maha Putera Utama dari presiden tahun 2010 itu.
Sementara itu, Ketua KPU Maluku Jusuf
Idrus Tatuhey mengatakan bahwa alasan pihaknya tidak meloloskan pasangan
Wiliam B Noya dan Adam Latuconsina menjadi calon peserta Pemilukada Gubernur dan
Wakil Gubernur Maluku tahun 2013 karena tidak memenuhi syarat adminsitrasi. (ttm)