Tanjung Pinang, DKPP – Majunya
kembali calon incumbent (petahana) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015
patut menjadi perhatian tersendiri. Calon ini punya potensi menghambat
terwujudnya Pilkada yang berintegritas.
“Petahana punya kekuasaan besar, karena menguasai sumber daya di pemerintahan.
Dia punya aparat. Jajaran KPU dan Bawaslu harus hati-hati dengan ini,†ungkap
Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nur Hidayat Sardini saat
menjadi narasumber sosialisasi kode etik penyelenggara Pemilu oleh DKPP di
Universitas Maritim Raja Ali Haji di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Rabu
(27/5/2015).
Menurut juru bicara DKPP ini, tugas pemerintah dalam Pilkada hanya dua, yakni
fasilitasi dan administrasi. Kalau ada petahana yang memanfaatkan posisinya
untuk tawar menawar dengan penyelenggara Pemilu, misalnya soal pencairan
anggaran Pilkada, maka itu sudah tidak benar.
“Ini dapat dilaporkan ke pemerintah pusat,†ujarnya.
Pendapat yang sama disampaikan Anggota DKPP Valina Singka Subekti. Birokrasi
saat ini, kata dia, sudah mengalami politisasi. Setiap ada penyelenggaraan
Pemilu atau Pilkada, birokrasi sering kali menjadi alat kepentingan bagi
incumbent.
“Modus incumbent berusaha mengkooptasi birokratnya. Mereka bisa diancam jika
tidak memenuhi keinginan, misalnya tidak dipromosikan,â€terang Valina.
Menjadi masalah besar jika penyelenggara Pemilu juga masuk dalam perangkap
kooptasi ini. Kalau hal itu terjadi, maka tidak akan ada lagi netralitas.
Menurut mantan Anggota KPU pada Pemilu 2004 itu, kode etik dapat memutus
kooptasi tadi. Sebab yang terbukti melakukan perselingkuhan dapat kena sanksi.
Peran masyarakat juga sangat penting dalam mengawasi. [Arif
Syarwani]
Editor: Dio